Pada liputan Pijaru, Anton Ismael, seorang fotografer yang aktif berbagi ilmunya di Kelas Pagi yang ia sendiri selenggarakan, berpendapat bahwa berpikir di luar kotak berarti selalu melihat apa yang ada di balik suatu peristiwa atau benda yang tampak –apa yang mempengaruhinya.
Ini mengingatkan saya pada kamera canggih, secanggih apapun kamera
kalau kemampuan menggunakannya dangkal, penguasaan fiturnya tidak maksimal, ya
tidak beda hasilnya dengan kamera yang tidak canggih. Begitu pun penggunaan
perangkat atau gawai canggih lainnya. Dan tidak jauh beda pula korelasinya
dengan kemampuan melihat dari segala sisi yang kita miliki pada proses
berpikir. Secerdas apapun intelektual kita, kalau kemampuan melihat dari segala
sisinya dangkal, ya tidak membawa nilai yang seharusnya.
Foto oleh cottonbro dari Pexels |
Pemahaman Diri: Kuasai Titik Buta
Blind spot. Kalau di serial anime Naruto, titik buta itu ada
di kepala bagian belakang sampai tengkuk. Titik buta secara harfiah maksudnya
titik yang tak terjangkau mata, kecuali kalau matanya bisa dicopot atau ditekuk
balik seperti mata Gary Si Siput, atau mungkin dengan alat bantu cermin.
Mengartikan “lihat” dalam arti yang luas, kita pun tidak
mampu secara sempurna melihat dan memahami diri sendiri sekalipun. Ada titik
buta dalam melihat diri. Tapi kalau soal melihat titik buta orang lain kita
nomor satunya.
Yap! Kita tidak bisa
melihat titik buta kita, tapi bisa lihat titik butanya orang lain. Demikian
juga orang lain yang tidak bisa melihat titik butanya sendiri, tapi bisa lihat
titik buta kita. Ringkasnya, solusi jitunya dalam pengembangan diri adalah
dengan saling melihat satu sama lain.
Tidak setuju yang keras pastinya dilontar oleh si pemilik
titik buta jika kita sampaikan. Ya dianya tidak lihat, makanya tidak setuju.
Ini bisa jadi evaluasi besar untuk saya, kamu, dan teman- teman. Jangan cepat-
cepat tidak setuju juga jangan cepat- cepat merasa tertolak dalam berpendapat. Toh
tidak ada pendapat yang salah. Jika ada sebuah pandangan, ya benar ponten seratus
versi pandangan dia. Pandangan kita pun ponten seratus versi pandangan kita.
Apa bedanya?
Jembatan kedua pandangan adalah dengan komunikasi. Komunikasi
yang efektif terjadi hanya jika ada yang berbicara, ada yang mendengar.
Informasi tidak sampai jika keduanya mendengar atau keduanya berbicara. Menurunkan
kadar intrapersonal (fokus pada olah pikir pribadi) dan terbuka pada hasil olah
pikir orang lain memungkinkan kolaborasi ini terjadi.
Manusia adalah ego sekaligus sosial. Apa yang kita sampaikan
adalah hasil dari ego, menyampaikannya adalah sosial. Menerima pandangan (hasil
ego orang lain) adalah sosial, mengolah pandangan tersebut adalah ego. Bayangkan
betapa damainya dunia kalau keadaan ideal ini terealisasi.
Namun perlu diperhatikan juga bahwa ponten nilai seratus
tersebut hanya berdasarkan versi, tidak diterima umum, sebut saja dengan
Kebenaran Sebagian. Apa yang saya, kamu, atau teman- teman sampaikan sama belum
tentu benarnya dan belum tentu salahnya. Setelah kita mendengar pandangan lain,
menerimanya bulat- bulat juga tidak kalah buruknya. Olah dan pilah, pahami
konteks si pemilik pandangan demi diri yang lebih baik untuk membantu orang
lain menjadi dirinya yang lebih baik juga.
Pengembangan Diri: Melihat dari Kotak Orang Lain
Kembali ke Anton Ismael. Ia sudah ahli dan mapan di
bidangnya. Ayo heran bersama- sama, kira- kira kenapa ya dia mau lelah- lelah,
memberi waktu, memberi tenaga secara cuma- cuma mengadakan Kelas Pagi untuk
mengajarkan kemampuannya kepada orang lain? Ia memahami keterbatasannya dalam ‘melihat’
informasi dan budaya orang lain dalam dunia
fotografi. Dengan kata lain, motif utama ia mengajar adalah belajar. Supaya apa
dia belajar? Supaya dia bisa jadi fotografer yang bisa membawa nilai yang lebih- lebih lagi untuk orang lain. Ia sedang dalam penunaian misi hidupnya.
Kita memiliki keterbatasan dalam melihat tapi kita punya
kemampuan untuk memperluas penglihatan tersebut. Kalau kita sudah nyaman dan
enggan beranjak dari kotak kita sendiri dengan apa yang sudah kita miliki, ya
mentok di situ saja. Dengan mengembangkan orang lain, dengan belajar cara
memenuhi kebutuhan orang lain, memberi nilai positif dengan hadirnya kita,
justru mereka yang kita layanilah yang secara tidak langsung pun melayani kita.
Mengembangkan untuk dikembangkan, dikembangkan untuk
mengembangkan.
Bahkan jika kamu menyadarinya, yang saya tuliskan ini semua
adalah hasil dari ego, hasil olah pikir yang sebagian besar saya petik dari hasil
sosial; kehidupan berteman dan dalam keluarga jauh sebelum saya menemukan video
liputan mengenai Anton Ismael yang jadi pemicu ide, mengolaborasikan hasil
penglihatan dari kotak saya sendiri dan kotak- kotak orang lain. Dan kamu
membaca tulisan ini pun, kamu sedang dalam proses melihat dari kotak orang lain
(kotak saya). Selamat!
Yakin masih tidak mau berbagi?
0 Comments