Cinta itu bukan yang membuatmu buta, bukan pula yang
membuatmu mabuk tak sadarkan jiwa. Kalau terasa seperti ilusi, membahagiakan
namun menjauhkan dari rasionalitas, bisa jadi itu tak lebih dari sekadar cinta
monyet. Tidak salah kalau- kalau kodrat umur masih mengijinkan.
Cinta itu bukan yang hanya mengisi kesendirian, bukan pula
yang membuatmu terlihat keren saat jalan berdampingan. Kalau terasa seperti
aksesoris, bangga namun sementara, bisa jadi itu tak lebih dari sekadar
pajangan.
Cinta itu yang justru mampu mengingatkanmu untuk kembali rasional, kembali ke jalur yang semestinya, ketika pikiran sedang berkabut dan langkah mulai limbung.
Cinta itu yang justru membuatmu melihat dunia dengan lebih jelas, mejelikan mata hati lebih dari mata duniawi.
Cinta itu yang bertindak seperti obat, bukan seperti narkoba –bahagia namun membuatmu lupa dan celaka.
Cinta itu yang justru sedikit memberi rasa pahit di saat
segalanya terasa manis yang semu, menarik pijakanmu kembali ke bumi, dunia yang
nyata, ketika kakimu mulai melayang. Namun yang juga memberi rasa manis di saat
segalanya terasa pahit yang nyata, melebarkan pandanganmu melihat harapan,
ketika matamu enggan melihat ke depan.
Cinta itu yang justru membuatmu semakin peduli dengan
Keluarga dan Penciptamu.
Cinta itu yang membuatmu heran bagaimana namun mengetahui
dengan jelas mengapa.
Cinta itu adalah segala sesuatu yang tidak peduli apakah
dunia berkata salah. Cinta itu adalah segala sesuatu yang surga berkata benar.
Cinta itu adalah setengah jiwa, panggilan tak bersuara antara rusuk dan tulang
belakang.
Utuh dan Sejati.
Abadi.
1 Comments
Keren, kalau boleh berargumen CINTA itu sejatinya ialah Cin✞a dimana ada Kristus yang menyatukannya setiap katanya😊, thx buat tulisannya
ReplyDelete