EKSISTENSI TRIDHARMA PERGURUAN TINGGI
Berdasarkan
refleksi pribadi, seorang siswa diantarkan ke jenjang mahasiswa hanya sebatas
alasan pribadi belaka, yakni kebebasan finansial masa depan, yang barangkali
juga dibarengi dengan mewujudkan cita- cita berdasarkan minat masing- masing.
Namun alasan egois ini kian berkembang seiring perjalanan akademis mahasiswa
itu sendiri. Perguruan Tinggi ditempuh bukan sekadar untuk “saya” tapi juga
“mereka”.
Masa-
masa menjadi mahasiswa adalah masa puncak kebebasan –belum memiliki tanggungan,
belum terikat institusi manapun, belum menuntut imbalan secara menyeluruh dalam
segala aktivitas yang dikontribusikan. Kita dapat menyebutnya dengan
independensi. Saya tidak yakin seorang yang profesional bersedia untuk mengabdi
pada masyarakat secara murni. Mengingat pengabdian masyarakat adalah peran
utama yang diharpakan dalam Tridharma Perguruan Tinggi, sepertinya tidak
mungkin juga seorang yang telah berkeluarga sibuk memikirkan nasib khalayak
lain tanpa alasan pribadi yaitu memperoleh nafkah. Itu sebabnya peran itu hanya
dimiliki oleh mahasiswa secara istimewa.
TANTANGAN TRIDHARMA PERGURUAN TINGGI DI ERA MILENIAL
Di
era milenial, penerapan tridharma tidak segamblang pada era- era terdahulu.
Adalah sebuah kemudahan sekaligus tantangan baru bagi mahasiswa milenial untuk
menerapkan tridharma itu sendiri. Teknologi yang dimiliki kaum milenial merupakan senjata sekaligus ranjau bagi
dirinya. Benar, sebuah dikotomi yang meresahkan.
Dalam
PP no. 30 tahun 1990 yang mengacu pada tujuan pendidikan nasional, secara tidak
langsung hanya menegaskan aspek kognitif atau akademik dari lembaga pendidikan
tinggi. Disinilah kita memerlukan pemahaman Tridharma yang juga menekankan
pengembangan inisiatif, apresiasi seni dan kemampuan- kemampuan normatif.
Demikian era milenial dewasa ini menuntut kehidupan kampus yang lebih kaya dan
didukung oleh sarana- sarana yang mengembangkan aspek emosi, tanggung jawab
sosial, kepemimpinan serta aspek moral dan religi.
Memasuki
millennium ketiga ini, arus informasi dan teknologi kian menderas. Hal ini
dapat kita lihat melalui dunia swasta yang begitu pesat. Sebagaimana para
civitas academica yang kelak akan dilepaskan ke dunia swasta, begitu pula
seharusnya lembaga pendidikan tinggi membekalinya dalam perjalanan pendidikan
mahasiswa. Namun hal ini tidak serta- merta memudarkan integritas dan autentisitas
lembaga pendidikan tinggi sebagai inkubator ilmu dan penalaran. Perguruan
tinggi tetap mempunyai kedudukan yang tidak dipunyai oleh dunia swasta yakni
sebagai pelopor dalam melahirkan konsep pemikiran dan teknologi yang dapat
dimanfaatkan dunia swasta. Bisa dikatakan, dunia swasta dan pendidikan tinggi
harus saling berjalan ke arah yang sama demi pembangunan nasional terkait
mempersiapkan atau memanfaatkan sumber daya manusia yang sesuai dengan tuntutan
pasar.
Seperti
prinsip “Link and Match” yang pernah dibahas oleh mantan mendikbud Wardiman
Djojonegoro, menurut Tilaar, pendidikan tinggi kita masih terisolasi dari
perkembangan dunia swasta. Dan menurut pandangan saya, tidak menutup
kemungkinan sumber daya manusia, kita selaku civitas academica, dipaksa untuk
mengikuti “tuntutan pasar” seiring memudarnya identitas dan tanggung jawab
sosial kita dalam penerapan Tridharma Perguruan Tinggi.
PENERAPAN TRIDHARMA PERGURUAN TINGGI DI ERA MILENIAL
Masih
berdasarkan pada prinsip Link and Match,
saya mencoba menafsirkannya melalui kacamata yang cerdik. Penerapan pendidikan,
penelitian, dan pengabdian masyarakat dapat dilaksanakan dengan match terlebih dahulu kepada kebutuhan,
idaentitas, dan bekal sebagai civitas academica yang seharusnya, kemudian link kepada masyarakat dan dunia swasta.
Tidak
bisa kita pungkiri bila mahasiswa semakin apatis dan mengenyam pendidikan
tinggi hanya untuk kpenetingan pribadi, mengikuti “tuntutan pasar” belaka di
era milenial ini. Seperti yang sudah saya sebut di awal, ada mahasiswa yang
kian merasa memiliki tanggung jawab terhadap masyarakat di tengah perjalanan
pendidikannya, namun tak jarang pula yang tidak juga berkutat pada motif pribadinya
hingga akhir.
Penerapan pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat dapat dilaksanakan dengan match terlebih dahulu kepada kebutuhan, idaentitas, dan bekal sebagai civitas academica yang seharusnya, kemudian link kepada masyarakat dan dunia swasta.
Kita
tidak menyebut demonstrasi atau tindakan anarki sebagai tanggung jawab sosial.
Justru kita seharusnya menyebut kepedulian dalam aksi yang lebih bermartabat
sebagai tanggung jawab sosial dengan meksanakan Tridharma dalam perguruan
tinggi. Selaku manusia berpendidikan, kini saatnya kita berhenti mengeluh atau
yang saya sebut dengan berorientasi pada masalah. Masalah sosial yang hanya
dikritisi saja tak akan kunjung berubah hingga akhir hayat bila tidak ditindak.
Marilah kita berorientasi pada solusi!
Kesuksesan
dapat diraih dengan berjemaah, bukan sendiri. Meraih prestasi akademik atau
berkontribusi dalam penyelenggaran perlombaan atau kompetisi kognitif merupakan
penerapan Pendidikan dan Penelitian. Itu belum cukup. Disamping mengenyam
pendidikan dalam kuliah, menyumbangkan ide dan penelitian kepada institusi
tertentu, adalah juga sebuah tanggung jawab sosial untuk berkarya dan mengabdi
kepada masyarakat. Ikutilah organisasi yang bisa menjadi wadah kamu untuk
menyalurkan kontribusi tenaga dan pikiran kepada massa. Prestasi bukan melulu
tertulis pada sertifikat, piala, atau IPK. Prestasi bukan hanya pencapaian
diterima bekerja dalam institusi favorit. Prestasi yang seutuhnya adalah ilmu
yang dapat bermanfaat bagi orang di luar diri kita. Bukan sesuatu yang sulit
ketika kita ingin memberi sumbangsih, mengedukasi, bahkan memberdayakan
masyarakat. Hal ini mungkin mustahil dikerjakan sendiri. Namun akan lebih mudah
dengan bekerja sama dengan berbagai individu yang memiliki visi yang sama. Kamu
dapat menemukannya di dalam komunitas atau organisasi.
Ketika
kita fokus hanya kepada usaha dan niat untuk mengabdi, hasil akan mengikuti usaha.
Bila awalnya terbentur ketika bersedia menjadi sekelompok anomali, pengabdi masyarakat
dalam lingkungan yang apatis dan oportunis. Akhirnya kita akan terbentuk
menjadi manusia yang berintegritas dan siap pakai dalam dunia yang lebih keras.
Secara tidak sadar, melalui penerapan tridharma yang utuh kita sudah match kepada kebutuhan, idaentitas, dan
bekal sebagai civitas academica yang seharusnya, kemudian melalui prosesnya
akan tercipta link kepada masyarakat
dan dunia swasta.
Supriadi, Dedi. Isu dan Agenda
Pendidikan Tinggi di Indonesia. 1997. Jakarta: Rosda Jayaputra.
Tilaar, H. A. R. Beberapa Agenda
Reformasi Pendidikan Nasional Dalam Persepektif Abad 21. 1998. Jakarta:
IndonesiaTera.
0 Comments